Selasa, 25 Juli 2017

Pengertian Agama Dalam Antropologi

| Selasa, 25 Juli 2017
Pengertian Agama Dalam Antropologi - Agama mengandung pengertian yang berhubungan serta mengatur segala aspek kehidupan manusia yang bersifat rohaniah dan bersifat jasmaniah. Agama sebagai pengatur hidup akan dapat dirasakan manfaatnya apabila pemeluknya menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya itu.

Pengertian Agama Dalam Antropologi


Istilah agama dalam bahasa Inggris dikenal sebagai religion, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah religie, serta dalam bahasa Arab dipergunakan kata ad din. Ad din merupakan suatu istilah untuk menyebut satu macam ilmu yang berdasarkan iman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada Rasul atau utusan-Nya dengan jalan wahyu. Dalam bahasa Latin, istilah religion berasal dari kata re-eligare, yang berarti memilih kembali dari jalan sesat ke jalan Tuhan. Istilah agama, semula berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri atas tiga suku kata, yakni: a, gam, dan a. Huruf: a sebagai awal kata mengandung makna: tidak, kata: gam sebagai akar kata kerja berarti pergi, sedangkan huruf: a sebagai akhiran tidak mengandung makna apapun. Dengan demikian istilah agama dalam bahasa Sanskerta berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, abadi. Istilah agama dalam bahasa Sanskerta juga bisa diartikan sebagai suatu doktrin, atau aturan tradisional yang suci.

Pengertian agama dalam arti jiwa kerohanian agama yang bersangkutan mengandung makna sebagai dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh kehidupan manusia.

Adapun menurut pendapat Anthony FC Wallace, dalam bukunya yang berjudul “An Antropological View “, definisi agama adalah seperangkat upacara, yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Jadi, menurut pandangan Wallace, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang oleh manusia digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan manusia.

Ogburn dan Nimkoff dalam bukunya yang berjudul “Sociology” mendefinisikan agama sebagai suatu pola akidah-akidah atau kepercayaan-kepercayaan, sikap emosional dan praktik-praktik yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba memecahkan soal-soal “ultimate“ dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini Ogburn dan Nimkoff hanya memandang agama sebagai suatu gejala sosial dan tidak menyebut agama sebagai pegangan atau tuntunan bagi kehidupan manusia.

Emile Durkheim, merumuskan definisi agama sebagai suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling bersandar satu sama lain, terdiri atas akidah-akidah (kepercayaan) dan ibadat-ibadat, semuanya dihubungkan dengan hal-hal yang suci dan mengikat pengikutnya dalam suatu masyarakat religius. Secara operasional Mircea Eliade dalam bukunya yang berjudul “The Sacred and the Profane“ menjelaskan bahwa seorang beragama ialah orang yang menyadari perbedaanperbedaan pokok antara yang suci dan yang biasa (profan), serta mengutamakan yang suci.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar