Pengertian Tayamum - Secara bahasa, tayamum memiliki arti menyengaja. Dalam bahasa Arab terdapat kata-kata tayammamtu asy syai yang yang artinya saya menyengaja (melakukan) sesuatu. Sedang dalam terminologi fikih, tayamum memiliki pengertian mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan dengan ketentuan-ketentuan khusus.
Tayamum |
Tayamum |
Praktik ini adalah sebagai pengganti wudu ketika tidak bisa dilaksanakan, karena adanya halangan tertentu. Seseorang yang cukup parah, hingga pada kondisi bila menyentuh air akan menjadikan penyakitnya bertambah. diperbolehkan untuk bertayamum. Demikian pula seseorang yang berada pada lokasi dan kesulitan untuk mendapatkan air sebagai alat berwudhu.
Disyariatkannya tayamum sebagai pengganti wudhu menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang mudah. Allah swt, tidak menghendaki kesulitan bagi hambanya, bahkan dia berkehendak untuk menyucikan dan menyempurnakan nikmatnya. Seperti disinggung secara langsung dan dalam ayat yang menjelaskan tentang tayamum, Hai orang-orang yang beriman, bila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basulah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak menyempurnakan nikmatnya. bagimu supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah:6 )
Kita bisa membayangkan, seandainya tayamum tidak disyariatkan dan tidak diwajibkan berwudhu dalam kondisi apapun, sungguh akan terjadi kesulitan luar biasa bagi seseorang yang sakit atau sukar memperoleh air. Pada gilirannya, akan banyak sekali orang yang meninggal shalat karena tidak mampu menanggung beban berat dalam menjalankan ajaran agama. Di sinilah letak kemudahan letak kemudahan syariat yang dianugerahkan Allah kepada hambanya. Dia tidak membebankan kewajiban yang sulit dikerjakan oleh hambanya. Padahal, Allah berhak untuk mewajibkan apa saja yang dia kehendaki. Inilah maksud dari penyempurnaan nikmat itu.
Ketika seseorang diberi kemudahan dalam kewajiban, tentu ada perasaan senang kepada mereka yang telah memberikan kemudahan. Dalam sebuah hadis disebutkan. Hai manusia senantiasa senang kepada orang yang berbuat baik kepadanya. (H.R. Al-Baihaqi No. 496). Kesenangan tersebut dapat dibuktikan dengan ungkapan syukur kepada mereka yang telah berbuat baik. Maka, setelah diberi kemudahan oleh Allah, hendaknya seorang hamba bersyukur atas anugerah kemudahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar