Rabu, 20 Mei 2015

Nikah Siri

| Rabu, 20 Mei 2015
Nikah Siri - Perkawinan siri atau perkawinan di bawah tangan ialah perkawinan yang dilaksanakan dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundang-undangan. Terdapat perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan di bawah tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Yang jelas pasal 2 ayat 2 yang mengharukan pencatatan perkawinan terpisah dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 yang mengatur tentang sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya.

Kawin Siri

Kawin Siri

Menurut hukum Islam, perkawinan di bawah tangan atau siri adalah sah, asalkan telah terpenuhi syarat rukun perkawinan. Namun dari aspek peraturan perundangan perkawinan model ini belum lengkap dikarenakan belum dicatatkan. Pencatatan perkawinan hanya merupakan perbuatan administratif yang tidak terpengaruh pada sah tidaknya perkawinan.

Yang biasanya bisa menjadi korban akibat adanya perkawinan model ini, yang biasanya muncul jika ada masalah, bentrokan dan suatu kepentingan, dalam bentuk pengingkaran terjadinya perkawinan di bawah tangan yang dilakukan dan tak jarang pula anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu juga tidak diakui. Terkadang muncul permasalahan juga dalam hal pembagian waris.

Pasal 42 dan 43 UUP mengatur bahwa anak sah ialah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, sedangkan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya. Karena hukum Islam, perkawinan siri itu sah, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan itu adalh sah. Problema akan muncul berkaitan dengan masalah administratif berkenaan dengan surat kelahirannya.

Perkawinan pasangan berbeda agama yang dilakukan di luar negeri, pada dasarnya pasangan itu harus tunduk pada syarat materiil yang diatur UU, namun pelaksanaannya harus mengikuti syarat dan formalitas yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan. Dalam aspek berbeda agama itu tidak sah, walaupun pendapat ini masih diperdebatkan sampai saat ini berkaitan dengan konsep ahli kitab. Mahar wajib diterimakan pada istrinya dan menjadi hak adalah untuk memperkukuh ikatan dan menimbulkan rasa sayang antara suami dan istri.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar