Pengertian Terorisme - Terorisme bisa dipandang sebagai penggunaan kekuatan atau kekerasan terhadap orang-orang atau harta milik untuk mengintimidasi atau memaksa suatu pemerintah atau suatu organisasi formal, atau penduduk sipil untuk mencapai tujuan-tujuan politik, agama, dan sosial tertentu. Aksi-aksi terorisme tampak antara lain dalam peledakan sesuatu (bangunan, kapal laut, pesawat udara, dan lain-lain), pembunuhan, penyanderaan.
Pengertian Terorisme |
Terorisme adalah |
Karena para teroris umumnya menggunakan kekerasan terhadap target-target sipil, tindakan pemerintah dikutuk dari berbagai penjuru dunia, karena secara moral tak dapat diterima. Di dalam praktek, seperti halnya dengan banyak tindakan yang lain, apa yang disebut terorisme itu lebih merupakan masalah definisi sosia. Ketika bangsa-bangsa menggunakan jalan kekerasan untuk memenuhi kepentingan mereka, hasilnya ditafsirkan sebagai kesejaahteraan legal. Dalam banyak hal, terorisme merupakan suatu perluasan pendekatan yang dilakukan orang yang tidak percaya pada angkatan bersenjata dari suatu negara.
Di dalam praktek pun sulit bagi kita untuk membedakan "teroris Anda" dari "pejuang- kemerdekaan kami" atau membedakan bantuan bagi "teroris" dari "dukungan terselubung kekuatan-kekuatan yang bersahabat", seperti gerilyawan Contra di Nicaragua atau para pejuang kontrarevolusioner. Dengan cara serupa, pihak Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat mencap berbagai teroris seorang antivis antinuklir yang pada tahun 1982 mengendarai sebuah truk menuju Monumen Washinton untuk diledakan di sana. Tetapi agen itu gagal menerapkan suatu cap serupa terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pembakaran klinik-klinik aborsi yang terhitung jumlahnya.
Selama bertahun-tahun, para pejabat pemerintah dan sarjana memperlakukan terorisme pertama-tama sebagai suatu "gangguan". Kedahsyatan Perang Dunia II mendorong kita untuk berpikir tentang agresi sebagai divisi-divisi panser yang "berlomba" melintasi batas-batas negara. Kapan dan di mana saja aksi-aksi semacam itu bisa terjadi. Dewasa ini kita melihat terorisme sebagai suatu cara perjuangan baru dengan implikasi-implikasi yang lebih jauh jangkauannya. Terorisme berperan sebagai suatu sarana ekspresi politik bagi kelompok-kelompok militan, entah itu dimotivasikan oleh ideologi, etnis, entah oleh agama. Namun terorisme kontemporer tidak banyak ditemukan oleh motif semacam itu, melainkan lebih karena keterlibatan negara dalam melaksanakan maksud baik dan aksi-aksi yang sangat destruktif terhadap bangsa-bangsa yang dianggap musuh. Negara-negara seperti Syria, Iran, dan Lybia sering dituduh oleh Negara-Negara Barat, seperti sponsor kegiatan-kegiatan teroris. Namun agen-agen Prancis, pada tahun 1985, memasang dua buah bom di kapal Rainbow Warrior, kapal milik aktivis lingkungan dari group Greenpeace yang sedang berlabuh di New Zealand. Selain menenggelamkan kapal tersebut, kedua bom itu pun menewaskan seorang kru, anggota Greenpeace. Peledakan kapal tersebut merupakan jawaban atas aksi pennentangan atas pengujian senjata nuklir yang dilakukan oleh pemerintah Prancis di Pasific Selatan.
Ciri lain dari terorisme kontemporer adalah bahwa para teroris melakukan aksi teror demi publikasi. Yang dipentingkan dalam aksi-aksi teror semacam ini bukanlah besarnya korban, melainkan supaya aspirasi serta tuntutan para pelakunya diketahui oleh para audiensi media massa di seluruh dunia. Hanya melalui media massa, seperti surat kabar, radio, dan televisi, aksi-aksi teror dapat disebarluaskan dan menarik perhatian publik.
Peliputan media massa pun memperkuat pentingnya "problem" yang melatarbelakangi aksi-aksi terorisme. Para pembaca surat kabar, para pemirsa televisi, dan para pendengar radio melihat problem yang bersangkutan" sebagai suatu yang sangat penting yang membenarkan tindakan nasional dan internasional. Terorisme secara paksa memasukkan kepentingan sponsornya ke dalam keputusan-keputusan menyangkut kebijakan luar negeri banyak negara. Misalnya, pemboman barak Marinir Amerika di Beirut pada tahun 1983 mendorong banyak orang Amerika, termasuk para anggota Conggres untuk menentang kerlibatan Amerika di Lebanon.
Menurut beberapa ilmuwan sosial, teroris melihat diri mereka sendiri sebagai korban, sebagai warga masyarakat yang diberlakukan secara tidak layak atau sebagai kelompok yang tersisihkan. Fanatisme menemukan lahan yang subur untuk hidup dan berakar kuat di tengah pergolakan sosial yang berasal dari kekalahan perang atau perubahan sosial yang cepat. Orang merasa kacau, seakan-akan diri dan dunia mereka terpecah. Mereka menjadi rentang terahadap ideologi-ideologi ekstre, terhadap pandangan tentang dunia yang terbelah ke dalam kekuatan wilayah baik dan jahat. Visi ini ditemukan pada kelompok-kelompok seperti Baader (Geng Meinhof di Jerman Barat), Khmer Merah Polpot di Cambodia, dan lain-lain.
Seringkali teroris itu terdiri dari anak-anak muda belasan tahun, yang sangat peka akan kehampaan kekuasaan dan ketiadaan harapan politik. Seperti dikemukakan oleh Cordes dan Goleman (1986) ketrlibatan mereka dalam brutalitas, mereka dianggap sebagai aksi untuk menyelamatkan dunia dan menghancurkan kejahatan. Pola-pola yang sama tampak dalam terorisme yang issue-oriented.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar