Sabtu, 31 Oktober 2015

Pengertian Ilmu Politik dalam Buku Prof. Miriam Budiarjo

| Sabtu, 31 Oktober 2015
Pengertian Ilmu Politik dalam Buku Prof. Miriam Budiarjo - Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawai. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life.
Prof. Miriam Budiarjo
Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak dahulu kata masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber alam, atau perlu dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Inilah politik.

Bagaimanakah caranya mencapai tujuan yang mulia itu? Usaha itu dapat dicapai dengan berbagai cara, yang kadang-kadang bertentangan satu dengan yang lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (Negara atau system politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada.

Para sarjana politik  cenderung untuk menekankan salah satu saja dari konsep-konsep ini, akan tetapi selalu sadar akan pentingnya konsep-konsep lainnya.

Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan keputusan (decision making), kebijakan public (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution).

Jika dianggap bahwa ilmu politik mempelajari politik, maka perlu kiranya di bahas dulu istilah politik itu. Pemikiran mengenai politik (politics) di dunia Barat banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno abad ke 5 S.M. Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Pandangan normatif ini berlangsung sampai abad ke-19.

Dewasa ini definisi mengenai politik yang sangat normative itu telah terdesak oleh definisi lain yang lebih menekankan pada upaya (means) untuk mencapai masyarakat yang baik, seperti kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasi nilai dan sebagainya.

Namun demikian, pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik daripada dihadapnya, atau yang disebut Peter Merkl: Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan social yang baik dan berkeadilan (politics, at its best is a noble quest for a good order and justice) betapa samar-samar pun tetap hadir sebagai latar belakang serta tujuan kegiatan politik. Dalam pada itu tentu perlu disadari bahwa persepsi mengenai baik dan adil dipengaruhi oleh nilai-nilai serta ideology yang masing-masing dan zaman yang bersangkutan.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawah masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari system, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan mengenai apa yang menjadi tujuan dari system politik itu dan hal ini menyangkut pilihan antara beberapa alternative serta urutan prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan itu.

Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan alokasi (allocation) dari sumber daya alam, perlu dimiliki kekuasaan (power) serta wewenang (authority). Kekuasaan ini diperlukan baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

Akan tetapi, kegiatan-kegiatan ini dapat menimbulkan konflik karena nilai-nilai (baik yang materil maupun yang mental) yang dikejar biasanya langka sifatnya. Di pihak lain, di Negara demokrasi, kegiatan ini juga memerlukan kerja sama karena kehidupan manusia bersifat kolektif. Dalam rangka ini politik pada dasarnya dapat dilihat sebagai usaha penyelesaian konflik (conflict resolution) atau consensus (consensus).

Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaannya, kegiatan politik, disamping segi-segi yang baik, juga mencakup  segi-segi negative. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering saling bertentangan, mencakup rasa cinta, benci, setia, bangga, malu, dan marah. Tidak heran jika dalam realitas sehari-hari kita acapkali berhadapan dengan banyak kegiatan yang tak terpuji, atau seperti yang dirumuskan oleh Peter Merkl sebagai berikut: Politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri (Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and riches). Singkatnya politik adalah perebutan kuasa, tahta dan harta.


Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar